SEJARAH
SEJARAH
Sejarah Gereja Katolik dimulai dengan ajaran-ajaran Yesus Kristus pada abad ke-1 M di provinsi Yudea Kekaisaran Romawi.Gereja Katolik kontemporer mengatakan bahwa dirinya adalah kelanjutan dari komunitas Kristen awal yang didirikan oleh Yesus.[1]Para uskupnya adalah para penerus Rasul-Rasul Yesus, dan Uskup Roma—juga dikenal sebagai Paus—dipandang sebagai penerus tunggal Santo Petrus[2] melalui penetapan oleh Yesus Kristus untuk menjadi kepala Gereja di Perjanjian Baru yang melakukan pelayanan di Roma.[3][4] Pada akhir abad ke-2, para uskup mulai berhimpun dalam sinode-sinode regional untuk menyelesaikan berbagai isu kebijakan dan doktrin.[5] Pada akhir abad ke-3, Uskup Roma mulai bertindak sebagai suatu pengadilan banding untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan uskup lainnya.
Kekristenan menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi awal, meskipun terjadi penganiayaan karena konflik dengan pagan yang menjadi agama resmi negara. Pada tahun 313, pergulatan Gereja perdana menjadi berkurang dengan disahkannya Kekristenanoleh Kaisar Konstantinus I. Pada tahun 380, di bawah Kaisar Theodosius I, Kekristenan menjadi agama negara Kekaisaran Romawimelalui Edik Tesalonika, yang mana bertahan hingga jatuhnya Kekaisaran Barat, dan kemudian dengan Kekaisaran Romawi Timurhingga Kejatuhan Konstantinopel. Menurut Eusebius, selama waktu ini (periode Tujuh Konsili Ekumenis) dianggap terdapat lima takhta utama (yurisdiksi dalam Gereja Katolik) atau Pentarki: Roma, Konstantinopel, Antiokhia, Yerusalem, dan Aleksandria.
SEJARAH MASUK KE INDONESIA
Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis. Ketika itu para pelaut Portugis baru saja menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547datang mengunjungi Ternate,Ambon dan Saparua
Era Hindia Belanda[
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia (lihat: Sejarah Gereja Katedral Jakarta)
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadiPrefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891 Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat
Sejarah Gereja Katolik dimulai dengan ajaran-ajaran Yesus Kristus pada abad ke-1 M di provinsi Yudea Kekaisaran Romawi.Gereja Katolik kontemporer mengatakan bahwa dirinya adalah kelanjutan dari komunitas Kristen awal yang didirikan oleh Yesus.[1]Para uskupnya adalah para penerus Rasul-Rasul Yesus, dan Uskup Roma—juga dikenal sebagai Paus—dipandang sebagai penerus tunggal Santo Petrus[2] melalui penetapan oleh Yesus Kristus untuk menjadi kepala Gereja di Perjanjian Baru yang melakukan pelayanan di Roma.[3][4] Pada akhir abad ke-2, para uskup mulai berhimpun dalam sinode-sinode regional untuk menyelesaikan berbagai isu kebijakan dan doktrin.[5] Pada akhir abad ke-3, Uskup Roma mulai bertindak sebagai suatu pengadilan banding untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan uskup lainnya.
Kekristenan menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi awal, meskipun terjadi penganiayaan karena konflik dengan pagan yang menjadi agama resmi negara. Pada tahun 313, pergulatan Gereja perdana menjadi berkurang dengan disahkannya Kekristenanoleh Kaisar Konstantinus I. Pada tahun 380, di bawah Kaisar Theodosius I, Kekristenan menjadi agama negara Kekaisaran Romawimelalui Edik Tesalonika, yang mana bertahan hingga jatuhnya Kekaisaran Barat, dan kemudian dengan Kekaisaran Romawi Timurhingga Kejatuhan Konstantinopel. Menurut Eusebius, selama waktu ini (periode Tujuh Konsili Ekumenis) dianggap terdapat lima takhta utama (yurisdiksi dalam Gereja Katolik) atau Pentarki: Roma, Konstantinopel, Antiokhia, Yerusalem, dan Aleksandria.
SEJARAH MASUK KE INDONESIA
Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku. Orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku, Kolano (kepala kampung) Mamuya (sekarang di Maluku Utara) yang dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis. Ketika itu para pelaut Portugis baru saja menemukan kepulauan rempah-rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547datang mengunjungi Ternate,Ambon dan Saparua
Era Hindia Belanda[
Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia (lihat: Sejarah Gereja Katedral Jakarta)
Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadiPrefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr.
Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891 Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat


